Penjual Sayur Keliling Jadi Bintang Film Festival Internasional

Di sebuah gang sempit di Jakarta Timur, seorang pemuda berusia 26 tahun menyampaikan ceramah agama di hadapan puluhan anak-anak dan remaja. Ia bukan ustaz dari pondok pesantren besar. Ia tidak punya gelar keagamaan tinggi. mg4d Tapi kata-katanya menyentuh, matanya jujur, dan kisah hidupnya membuat siapa pun terdiam. Ia adalah Sandi Maulana, mantan anak jalanan yang kini menjadi inspirator dan ustaz muda.

Mengharukan: Lahir Tanpa Nama, Hidup Tanpa Arah

Sandi tidak pernah mengenal siapa ayahnya. Ibunya meninggalkannya di depan masjid saat ia berumur sekitar 5 tahun. Sejak saat itu, hidupnya bergantung pada belas kasih orang lain. Ia berpindah dari satu kolong jembatan ke kolong yang lain. Tidur di emperan toko, mengemis, kadang mencopet untuk bertahan hidup.

“Dulu saya nggak punya tujuan hidup. Yang penting bisa makan hari itu. Besok ya urusan nanti,” kenangnya.

Usianya 8 tahun saat pertama kali ditangkap satpol PP karena mengamen di lampu merah. Ia tidak menangis. Ia sudah terbiasa diseret, dimarahi, bahkan dipukuli. Tapi jauh di lubuk hatinya, ia hanya ingin satu hal: dipeluk dan dianggap manusia.

Menggugah: Seorang Marbot yang Mengubah Hidup

Satu malam di tahun 2006 menjadi titik balik hidup Sandi. Ia tengah tidur di pelataran Masjid Al-Ikhlas ketika seorang marbot tua membangunkannya.

“Dek, sini tidur di dalam. Dingin di luar,” ujar Pak Danu, sang marbot.

Sejak malam itu, Pak Danu tak hanya memberinya tempat tidur dan makanan. Ia juga mengajarkan wudu, salat, dan huruf-huruf hijaiyah. Setiap pagi, Sandi membersihkan masjid. Setiap malam, ia belajar mengaji.

Pak Danu tidak pernah bertanya siapa orang tuanya. Ia hanya berkata, “Semua orang berhak dapat kesempatan kedua.”

Sandi akhirnya bisa membaca Al-Qur’an dengan lancar. Ia juga mulai belajar ceramah kecil-kecilan saat ada tadarus anak-anak. “Saya niru gaya ceramah ustaz TV. Tapi Pak Danu bilang, yang penting dari hati,” katanya sambil tersenyum.

Menghebohkan: Viral Karena Ceramahnya di Kolong Flyover

Tahun 2019, Sandi mulai berdakwah ke tempat-tempat yang dulu ia sebut rumah: kolong flyover, gang sempit, terminal, bahkan tempat pembuangan sampah. Ia tidak menghakimi. Ia tidak bicara dengan nada tinggi. Ia hanya bercerita—tentang harapan, tentang sabar, dan tentang kesempatan untuk berubah.

Seseorang merekam ceramahnya di bawah flyover dan mengunggahnya ke TikTok. Dalam semalam, video itu ditonton lebih dari 1 juta kali. Netizen dibuat kagum dengan sosok pemuda sederhana bersarung, yang menyampaikan dakwah tanpa menyudutkan.

“Saya dulu tinggal di sini. Saya tahu rasa lapar, saya tahu rasanya dicaci. Tapi saya juga tahu Tuhan tidak pernah tidur.”

Kalimat itu jadi kutipan viral. Sandi mulai diundang ke berbagai pesantren, masjid, bahkan sekolah-sekolah untuk berceramah. Tapi ia tetap tinggal di masjid kecil di Jakarta Timur, dan tetap mengajar anak-anak jalanan di sana.

Menginspirasi: Ustaz Jalanan yang Membangun Harapan

Sandi tidak hanya berdakwah. Ia membangun komunitas kecil bernama Langit Kedua, yang fokus pada pendidikan anak-anak marjinal. Ia dan beberapa relawan membuka kelas mengaji, membaca, dan bahkan seni gambar untuk anak-anak jalanan, pengamen, dan pemulung.

“Saya ingin mereka merasa berharga. Mereka harus tahu bahwa masa depan mereka tidak ditentukan oleh tempat lahir mereka,” katanya tegas.

Kini, Langit Kedua telah memiliki lebih dari 300 anak binaan di 5 titik di Jakarta. Beberapa di antaranya bahkan sudah masuk pesantren dan sekolah formal berkat bantuan dari donatur yang terinspirasi kisah Sandi.

Sandi juga aktif di media sosial. Tapi bukan untuk mencari ketenaran. Ia menggunakannya untuk membagikan pesan-pesan sederhana yang menyentuh.

Salah satu unggahannya berbunyi:
“Jika kamu merasa hidupmu terlalu gelap, ingatlah: bintang hanya terlihat di malam hari.”

Penutup: Setiap Manusia Bisa Jadi Cahaya

Sandi Maulana bukan penceramah terkenal. Ia tidak punya jutaan pengikut, tidak naik mobil mewah. Tapi kehadirannya adalah cahaya bagi banyak jiwa yang merasa tak lagi punya harapan.

Ia membuktikan bahwa bekas anak jalanan pun bisa jadi pembimbing jalan hidup orang lain. Bahwa luka masa lalu tidak harus membuat seseorang menjadi pahit. Justru, dari luka itu, tumbuh empati dan kekuatan.

Dan semua itu bermula dari satu tindakan kecil: seorang marbot yang menawarkan tempat tidur dan kasih sayang.

Sandi kini punya satu mimpi besar: membangun rumah singgah yang bisa menjadi tempat tinggal, belajar, dan tumbuh bagi anak-anak jalanan di seluruh Jakarta.

“Saya dulu tidur di kardus. Sekarang saya ingin anak-anak lain tidur dengan harapan,” katanya pelan.

Dan di balik sorot matanya, tampak cahaya—cahaya dari seseorang yang dulu dicap sampah masyarakat, tapi kini menjadi cermin cahaya kasih Tuhan.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *